BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai metode untuk produksi temak
transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain
transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal
vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai
mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic
stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata
berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang
dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik
dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan
mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek
samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989;
Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard,
1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998).
Produksi ternak transgenik diperlukan
dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval
generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi
tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan
produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya
mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen
yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi
yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan ,
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap
penyakit.
Permasalahan pada temak transgenik
adalah rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang
dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%)
yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang
peternakan.
Rendahnya keturunan pada produksi temak
transgenik harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat panjangnya
prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam makalah ini akan dibahas
mengenai metode dan pada makalah ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini
adalah untuk lebih mengetahui Gen-gen yang berperan penting dalam produksi
ternak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di bidang peternakan tranfer gen
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak seperti konversi pakan,
rataan pertambahan babet badan, mereduksi kandungan lemak, meningkatkan
kualitas daging, susu, wool secara cepat sehingga dapat mengurangi biaya
produksi yang harus ditanggung konsumen (Pursel dan Rexroad, 1993)
Sutrave et.al., (1990) melaporkan
bahwa tikus mampu mengekpresikan gen ayam cSK! yang secara phenotip menunjukkan
adanya hipertropi pada otot dan mereduksi lemak tubuh. Gen yang ditransfer
kedalam tikus mengandung promotor Mouse Sarcoma Virus (MSV) LTR yang
difusikan untuk mengaktifkan cSKI cDNA. Produk dari gen yang ditransfer adalah
protein yang mengandung 448 asam amino yang berada dalam inti-inti otot. Gen
cSKI telah dicobakan dotransfer pada genome babi (Pursel et. al., 1992).
Hasilnya menunjukkan perbedaan phenotip diantara temak yang diuji antara lain
hipertropi otot pada pundak dan paha.
Produksi wool juga menjadi prioritas
pada domba. Cystein merupakan asm amino yang mempunyai peran panting
dalam produksi wool. Namun penambahan Cystein tidak dapat meningkatkan
produksi wool karena degradasi rumen. Dilaporkan Damak (1996)
Ebert et al., (1991) mengemukakan
bahwa TPA merupakan agen anti pembekuan darah, digunakan untuk pasien yang
mengalami serangan jantung. Konsentrasinya sangat rendah dijumpai pada susu dan
ekspresi hTPA tidak berpengaruh pada produksi susu dan kesehatan kambing transgenik.
Kambing transgenic telah diproduksi dengan promotor 13 casein yang diikutkan
dalam WAP
Spermatozoa merupakan sarana seluler
yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing kedalam oosit. Metode
sperma sebagai media tranfser gen ditemukan oleh Brackett di Amerika Serikat.
Penemuan ini menarik minat peneliti dari Italia (Gandolfi et. al., 1989).
Kemudahan mikroinjeksi pada beberapa
spesies sangat bervariasi : pada tikus relatif lebih mudah dibanding pada
embrio sapi karena oosit mengandung lemak. Pada embrio sapi mikroinjeksi DNA
pada inti sulit dilakukan bila tidak dilakukan dibawah mikroskop : Differential
Interference contrast mycroscopy (DIG). Zygot harus disentrifugasi pada
tube 2 ml mikrosentrifus selama 8 menit dengan kecepatan 15.000 9 (Kay et.
al, 1991; Bremel et. al, 1996).
Transkripsi dari integrasi gen dapat
diuji dengan analisa translasi, biasanya produk yang dihasilkan RNA adalah
protein. Beberapa tes kolorimetri dapat digunakan untuk mengukur kuantitas
protein. Analisa dengan metacle elektroforesis gel agarose yang diwarnai dengan
Commassie blue. Teknik lain adalah tranfer protein pada nitroselulose atau
saringan nilon kemudian dilakukan Western Blot Analysis. Untuk kepentingan
klinik sering dilakukan ELlSA untuk mengukurekspresi gen (Brem, 1989).
Produksi sapi transgenik sangat tergantung pada kualitas embrio
satu sel yang akan di injeksi. Bila embrio diperoleh secara in vivo maka
prosedur diawali dengan superovulasi ternak donor (untuk mendapatkan banyak
embrio),koleksi zigot (embrio satu sel), mikro injeksi DNA pada embrio, kultur
embrio sampai fase blastosis , ditransfer pada temak resipien dan diperoleh
sapi transgenik (Bondioli et.al., 1991).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tujuan Produksi Ternak Transgenetik
1. Meningkatkan produktivitas ternak
Pada beberapa negara komposisi genetik dari ternak domestik
dimanipulasi untuk kepentingan manusia. Pada tahun-tahun terakhir, perkembangan
teknologi rekombinan DNA menjadi dasar penting untuk mengisolasi single gen,
menganalisa dan memodifikasi struktur nukleotida dan mengcopi gen yang
telah diisolasi dan mentransfer hasil copian pada genome. Saat ini medically
human proteins diproduksi dalam jumlah besar dalam susu domba transgenik.
Di bidang peternakan tranfer gen bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
ternak seperti konversi pakan, rataan pertambahan babet badan, mereduksi
kandungan lemak, meningkatkan kualitas daging, susu, wool secara cepat sehingga
dapat mengurangi biaya produksi yang harus ditanggung konsumen (Pursel dan
Rexroad, 1993). Karakter dari produktivitas ternak dikontrol oleh sejumlah gen
yang dapat dipisahkan dari genom. Hasil pemetaan genom dari suatu spesies
ternak membantu dalam pemilihan satu atau beberapa gen yang diinginkan dan
menguntungkan secara ekonomi.
2. Meningkatkan kesehatan ternak
Aplikasi dari teknologi transgenik juga
digunakan untuk memperbaiki kesehatan ternak. Beberapa pendekatan dilakukan
untuk meningkatkan resistensi ternak terhadap suatu penyakit dan pembentukan
antibodi.
Resistensi penyakit bisa terjadi secara
alami maupun induksi antibodi. Tikus mengandung gen allel autosom dominan Mx1
yang tahan terhadap virus influenza. Interferon menstimulasi produksi protein
Mx yang menjadi promotor ketahanan terhadap infeksi virus. Pada sapi transgenik
Immunoglobin A (lgA) terdeteksi dalam serum sekitar 650 μg/ml. Pada
domba transgenik IgA dijumpai pada limposit.
3. Bioreaktor untuk produk-produk biomedis
Ternak transgenik memegang peran panting dalam menghasilkan
produk-produk untuk pengobatan penyakit. Ribuan orang mengambil keuntungan dari
produk-produk biomedik yang dihasilkan. Dari ternak transgenik. Contoh :
insulin untuk pengobatan penyakit diabetes dan oksitoksin untuk merangsang
kelahiran.
3.2 Gen yang Berperan dalam Produksi Ternak
Beberapa gen yang mempunyai peran dalam
produksi ternak dan patensi untuk pembentukan ternak transgenik
a. Growth Hormon (GH)
GH banyak dilibatkan dalam pembentukan ternak transgenik. Sejumlah
gen GH telah berhasil ditransfer pada temak (Tabel1). Pada babi dan domba
ekspresi gen GH yang ditransfer dapat diamati dari peningkatan GH pada plasma
darah keturunan yang dihasilkan. Konsentrasi GH bervariasi pada ternak
transgenik meskipun mempunyai struktur gen yang sama, tetapi penyisipan gen
pada genom bersifat random. Pada umumnya pada babi dan domba, tidak tumbuh
lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh satu induk.
Beberapa babi menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat, 17% lebih efisien dalam
konversi pakan dan hanya mengandung 1/5 lenak karkas (Gambar 1). Reduksi lemak
diobservasi dari beberapa bagian jaringan intramuskular dibandingkan dengan
saudara satu induk yang bukan transgenik.
(Gambar 2). Ternak transgenik tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
yang lebih besar dari kontrol tetapi kandungan lemaknya lebih rendah.
(Nancarrow et. al 1991) Pada domba transgenik hilangnya lemak tubuh
dapat mengakibatkan hiperglisemia dan glkosuria (Rexroad et. al., 1991).
Peningkatan GH mengakibatkan sejumlah patologis termasuk degeneratif ginjal.
Pada babi peningkatan GH mengakibatkan gastric ulcers dan infertilitas
( Ebert et. al., 1991).
Sumber : Pursel dan rexroad (1993)
Gambar 2. Rataan persentase lemak intramuskular (Nancarrow, 1991)
b. Growth Hormon Releasing Factor (GRF).
Domba dan
babi transgenik telah diproduksi dengan menggunakan sekuens promotor MT dan
ALB. Hanya 14% domba dan 29% babi yang dapat mengekspresikan gen MT- human
growth hormon releasing factor (hGRF) (Pursel et.al. 1990).Konsentrasi
GRF pada plasma babi transgenik sekitar 130 - 380 pg/ml (MT-hGRF) dan 400 - 800
pg/ml (ALB-hGRF). Konsentrasi ini lebih tinggi 10 - 500 kali dari temak kontrol
seinduk yang bukan transgenic.
Tabel 2.
Konsentrasi GRF dan GH pada kontrol dan hGRF pada babi dan domba trangenik
Tabel 2. Konsentrasi GRF dan GH pada kontrol dan hGRF pada babi
dan domba trangenik Hormone
|
Pigs
|
Sheep
|
Control
|
MT-hGRF
|
ALB-hGRF
|
Control
|
MT-hGRF
|
ALB-GRF
|
|
GRF
|
< 20
|
130 - 380
|
400 - 8000
|
<30
|
502
|
264-683
|
GH
|
14 ± 5
|
11 - 16
|
8 - 11
|
5
|
5-43
|
30-50
|
Sumber: Pursel dan Rexroad (1993)
c. Insulin like Growth Factor I (IGF I)
Empat babi dan 7 sapi transgenik
diproduksi dengan memasukkan gen IGF I (Hill et al.1992), ternyata hanya
hanya satu babi yang dapat mengekspresikan peningkatan level IGF I.
d. Stimulation of muscle development
Sutrave et.al., (1990) melaporkan
bahwa tikus mampu mengekpresikan gen ayam cSK! yang secara phenotip menunjukkan
adanya hipertropi pada otot dan mereduksi lemak tubuh. Gen yang ditransfer
kedalam tikus mengandung promotor Mouse Sarcoma Virus (MSV) LTR yang
difusikan untuk mengaktifkan cSKI cDNA. Produk dari gen yang ditransfer adalah
protein yang mengandung 448 asam amino yang berada dalam inti-inti otot. Gen
cSKI telah dicobakan dotransfer pada genome babi (Pursel et. al., 1992).
Hasilnya menunjukkan perbedaan phenotip diantara temak yang diuji antara lain
hipertropi otot pada pundak dan paha.
Produksi wool juga menjadi prioritas
pada domba. Cystein merupakan asm amino yang mempunyai peran panting
dalam produksi wool. Namun penambahan Cystein tidak dapat meningkatkan
produksi wool karena degradasi rumen. Dilaporkan Damak (1996) domba transgenik
mengekspresikan IGF I dapat meningkatkan beral wool. Gen yang ditransfer
mengandung promotor keratin tikus yang terikat pada IGF I cDNA. Su et al., (1998)mengemukakan
domba transgenik hasil induksi gen cDNA IGF I yang dikendalikan oleh promotor
keratin tikus dapat meningkatkan 17% produksi wool dibanding dengan saudara
seinduk yang nontransgenik.
Beberapa produk biomedik yang dapat diproduksi dari temak
transgenik antara lain:
a. Human alpha 1 anti tripsin (haAT)
Weight et. al., (1991) melaporkan
tingginya konsentrasi hαAT pada susu domba transgenik. Konsentrasinya berkisar
1.5 - 37.5 g/l. Domba setelah berproduksi tidak menunjukkan symtomp.
Aktivitas dari hαAT yang telah dipurifikasi dari susu domba menghasilkan
transgenik sama dengan hαAT pada plasma darah manusia. Bila manusia defisiensi
akan hαAT maka akan menderita emphysema. hαAT dapat diekstraksi dari plasma
darah manusia, tetapi karena kebutuhan untuk pasien cukup besar (200 g per
tahun) menjadi tidak mencukupi dan mahal.
b. Human Lactoferin (hLF)
Krimpenfort et. al. (1991) lelah
berhasil memproduksi temak transgenic dengan komposis promotor αSI casein dan
sekuens hLF. Meade et al., (1990) mentransfer αSI casein 15 kbp dapat
diekspresikan pada jaringan spesifik tikus transgenie. Gen αSI casein dapat
juga dideteksi pada jaringan plasenta pada sapi perah dan hanya menghasilkan
hlF pada saat laktasi.
c. Human Protein C
Velander eta.al (1992)
mengiduksikan cDNA protein C mammae (hPC) kedalam WAP untuk memproduksi babi
transgenic. Babi ini menghasilkan susu yang mengandung lebih dari 1 g hPC/liter
susu. Aktivitas biologi dari hPC rekombinan ekuivalen dengan protein C dari
plasma manusia. Protein C mengandung peran dalam regulasi hemostasis. Bila
tubuh defisiensi protein C akan mengalami trombosit (intravaskular blood
clots). Protein C berperan dalam mencegah pembekuan darah. Kebutuhan setiap
tahun 96 kg dan menjadi proyek di Amerika.
d. Tissue Plasminogen Activator (TPA)
Promotor WAr tikus digunakan untuk
mengespresikan beberapa hTPA cDNA pada kambing transgenik. Ebert et al., (1991)
mengemukakan bahwa TPA merupakan agen anti pembekuan darah, digunakan untuk
pasien yang mengalami serangan jantung. Konsentrasinya sangat rendah dijumpai
pada susu dan ekspresi hTPA tidak berpengaruh pada produksi susu dan kesehatan
kambing transgenik. Kambing transgenic telah diproduksi dengan promotor 13
casein yang diikutkan dalam WAP dan menghasilkan konsentrasi hTPA yang lebih
tinggi. Kambing mengalami agalactic setelah beranak dan ini merupakan hasil ekspresi
yang spesifik.
e. Human Haemoglobin
Haemoglobin merupakan protein biomedik
yang tidak dapat disintesa oleh kelenjar mammae tetapi dapat diproduksi oleh
jaringan lain dari temak transgenic dan berada dalam darah (Swanson et al., 1992
telah memproduksi tiga babi transgenic yang mengandung gen α dan β globin.
Hasil menunjukan 15% dari sel darah merah mengandung hHG pada hemoglobin babi.
Hemoglobin dapat diekstraksi dari sel-sel darah merah baik dari manusia maupun
babi kemudian dipisahkan dengan kromatografi. Hemoglobin murni dapat
dimodifikasi secara kimia yaitu dengan cara polimerisasi. Produksi hH dari
temak transgenik digunakan ntuk transfusi darah.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian bahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembentukkan ternak transgenik merupakan salah satu cara mutasi
gen secara tiba-tiba pada satu generasi dan terkonsentrasi pada gen yang
diinginkan.
2. Tujuan pembentukan temak transgenik bisa dikaukan dengan
berbagai metode yaitu meningkatkan produktivitas ternak transgenik,
meningkatkan resistensi penyakit pada ternak dan yang paling popular adalah
sebagai bioreaktor produk-produk biomedis.
DAFTAR PUSTAKA
Bremel, RD. 1996. Potential Role of Transgenesis in Dairy
Production and Related Areas. Theriogenology., 45 : 51 - 56.
Bonster, RL. , E. P. Sandgren, RD. Palmiter. 1989. No simple
solution for making transgenic mice. Cell. 59 : 239 - 241.
Cibelli, J.B.[et.al] 1998. Cloned Calves Product from
Nonquisencent Fetal Fibroblast. Science 28. 1256 -1258.
Ebert, K, M. [et.al]. 1991. Transgenic production of a variant of
human tissue type plasminogen activator in goat milk. Biol. Technology. 9 :
835.
Eyestone, W.H., 1999. Production and Breeding of Transgenic Cattle
Using in Vitro Embryo Production Technology. Theriogenology, 51 : 509 - 517.
Gagne.
M.B., F. Pother dan M.A. Sirard. 1991. Effect of microinjection in in vitro
matured bovine oocytes on in vitro development of embryos. Biol of reproduction
44 : 76.
Galli.,C
D.J. Powel dan RM. Moor. 1991. Stability of DNA injected in oocyte and embryos
of domestic animal. Proc. Abstr. 6: 24.
Gordon
I. 1994. Laboratory Production of cattle embryos. Cab International Walingford.
Kubisch
, H.M., MA Larson, H. Funahashi dan RM. Robert, 1995. Pronuclear Visibility,
Development and Transgene Expresion in IVM/IVF Porcine Embryos. Theriogenology.
44 : 391-396.
Meade H., L. Gates, E. Lacy and N. Lonberg. 1990. Bovine αS1
Casein gene sequens direct high level expression of active human urokinase in
mouse milk. Bio. Tech. 8 : 443.
Nancarrow,
C.D[et.al]1991. Expression and Physiology of performance regulating genes in
transgenic sheep. J. Reprod. Fertil. 43 : 277.
Potrykus,
I. 1996. Gene transfer to plants: Assesment and Prepectives. Physiol. Plant.
79: 125-134.
Pursel,
V.G. dan Rexroad, C.E, 1993. Status of recearch with transgenik farm animal. J.
Anim. Sei. 71 : 10 -19.
Schnieke
A.E., A.J. Kind, W.A. Ritchi, 1997. Human Factor Transgenic Sheep Produced by
Tranfer of Nuclei from Tranfected Fetal Fibroblast. Anim. Sci. 278 : 2130 -
2132.
Sreenan
J.M., dan Mc Evoy T.G., 1989 Methodology of gen tmasfer and farm animal and fish
Theriogenology. 41 : 7.
Su. N.Y.[et.al] 1998.
Wool production in transgenic sheep: Result from first generation adult and
second generation lamb. Anim. Biotech. 9 :135-147.
Sutrave,
P.A., M. Kelly dan S.H. Hughes 1990. SKI can cause selective growth of sceletal
muscle in transgenic mice. Gans and Development ,4: 1462.
Velander,
W[et.al]1992. High level expression in the milk of transgenic swine using the
cDNA encoding human protein C. Proc. 89 : 2003.