Senin, 09 April 2018

Gen-gen yang berperan penting dalam reproduksi ternak


BAB I

PENDAHULUAN



1.1       Latar Belakang

Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998).

Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit.

Permasalahan pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang peternakan.

Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode dan pada makalah ini.



1.2       Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk lebih mengetahui Gen-gen yang berperan penting dalam produksi ternak.






BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



Di bidang peternakan tranfer gen bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak seperti konversi pakan, rataan pertambahan babet badan, mereduksi kandungan lemak, meningkatkan kualitas daging, susu, wool secara cepat sehingga dapat mengurangi biaya produksi yang harus ditanggung konsumen (Pursel dan Rexroad, 1993)

Sutrave et.al., (1990) melaporkan bahwa tikus mampu mengekpresikan gen ayam cSK! yang secara phenotip menunjukkan adanya hipertropi pada otot dan mereduksi lemak tubuh. Gen yang ditransfer kedalam tikus mengandung promotor Mouse Sarcoma Virus (MSV) LTR yang difusikan untuk mengaktifkan cSKI cDNA. Produk dari gen yang ditransfer adalah protein yang mengandung 448 asam amino yang berada dalam inti-inti otot. Gen cSKI telah dicobakan dotransfer pada genome babi (Pursel et. al., 1992). Hasilnya menunjukkan perbedaan phenotip diantara temak yang diuji antara lain hipertropi otot pada pundak dan paha.

Produksi wool juga menjadi prioritas pada domba. Cystein merupakan asm amino yang mempunyai peran panting dalam produksi wool. Namun penambahan Cystein tidak dapat meningkatkan produksi wool karena degradasi rumen. Dilaporkan Damak (1996)

Ebert et al., (1991) mengemukakan bahwa TPA merupakan agen anti pembekuan darah, digunakan untuk pasien yang mengalami serangan jantung. Konsentrasinya sangat rendah dijumpai pada susu dan ekspresi hTPA tidak berpengaruh pada produksi susu dan kesehatan kambing transgenik. Kambing transgenic telah diproduksi dengan promotor 13 casein yang diikutkan dalam WAP

Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing kedalam oosit. Metode sperma sebagai media tranfser gen ditemukan oleh Brackett di Amerika Serikat. Penemuan ini menarik minat peneliti dari Italia (Gandolfi et. al., 1989).

Kemudahan mikroinjeksi pada beberapa spesies sangat bervariasi : pada tikus relatif lebih mudah dibanding pada embrio sapi karena oosit mengandung lemak. Pada embrio sapi mikroinjeksi DNA pada inti sulit dilakukan bila tidak dilakukan dibawah mikroskop : Differential Interference contrast mycroscopy (DIG). Zygot harus disentrifugasi pada tube 2 ml mikrosentrifus selama 8 menit dengan kecepatan 15.000 9 (Kay et. al, 1991; Bremel et. al, 1996).

Transkripsi dari integrasi gen dapat diuji dengan analisa translasi, biasanya produk yang dihasilkan RNA adalah protein. Beberapa tes kolorimetri dapat digunakan untuk mengukur kuantitas protein. Analisa dengan metacle elektroforesis gel agarose yang diwarnai dengan Commassie blue. Teknik lain adalah tranfer protein pada nitroselulose atau saringan nilon kemudian dilakukan Western Blot Analysis. Untuk kepentingan klinik sering dilakukan ELlSA untuk mengukurekspresi gen (Brem, 1989).

Produksi sapi transgenik sangat tergantung pada kualitas embrio satu sel yang akan di injeksi. Bila embrio diperoleh secara in vivo maka prosedur diawali dengan superovulasi ternak donor (untuk mendapatkan banyak embrio),koleksi zigot (embrio satu sel), mikro injeksi DNA pada embrio, kultur embrio sampai fase blastosis , ditransfer pada temak resipien dan diperoleh sapi transgenik (Bondioli et.al., 1991).






BAB III

PEMBAHASAN





3.1       Tujuan Produksi Ternak Transgenetik

1. Meningkatkan produktivitas ternak

Pada beberapa negara komposisi genetik dari ternak domestik dimanipulasi untuk kepentingan manusia. Pada tahun-tahun terakhir, perkembangan teknologi rekombinan DNA menjadi dasar penting untuk mengisolasi single gen, menganalisa dan memodifikasi struktur nukleotida dan mengcopi gen yang telah diisolasi dan mentransfer hasil copian pada genome. Saat ini medically human proteins diproduksi dalam jumlah besar dalam susu domba transgenik. Di bidang peternakan tranfer gen bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak seperti konversi pakan, rataan pertambahan babet badan, mereduksi kandungan lemak, meningkatkan kualitas daging, susu, wool secara cepat sehingga dapat mengurangi biaya produksi yang harus ditanggung konsumen (Pursel dan Rexroad, 1993). Karakter dari produktivitas ternak dikontrol oleh sejumlah gen yang dapat dipisahkan dari genom. Hasil pemetaan genom dari suatu spesies ternak membantu dalam pemilihan satu atau beberapa gen yang diinginkan dan menguntungkan secara ekonomi.

2. Meningkatkan kesehatan ternak

Aplikasi dari teknologi transgenik juga digunakan untuk memperbaiki kesehatan ternak. Beberapa pendekatan dilakukan untuk meningkatkan resistensi ternak terhadap suatu penyakit dan pembentukan antibodi.

Resistensi penyakit bisa terjadi secara alami maupun induksi antibodi. Tikus mengandung gen allel autosom dominan Mx1 yang tahan terhadap virus influenza. Interferon menstimulasi produksi protein Mx yang menjadi promotor ketahanan terhadap infeksi virus. Pada sapi transgenik Immunoglobin A (lgA) terdeteksi dalam serum sekitar 650 μg/ml. Pada domba transgenik IgA dijumpai pada limposit.



3. Bioreaktor untuk produk-produk biomedis

Ternak transgenik memegang peran panting dalam menghasilkan produk-produk untuk pengobatan penyakit. Ribuan orang mengambil keuntungan dari produk-produk biomedik yang dihasilkan. Dari ternak transgenik. Contoh : insulin untuk pengobatan penyakit diabetes dan oksitoksin untuk merangsang kelahiran.



3.2       Gen yang Berperan dalam Produksi Ternak

Beberapa gen yang mempunyai peran dalam produksi ternak dan patensi untuk pembentukan ternak transgenik

a. Growth Hormon (GH)

GH banyak dilibatkan dalam pembentukan ternak transgenik. Sejumlah gen GH telah berhasil ditransfer pada temak (Tabel1). Pada babi dan domba ekspresi gen GH yang ditransfer dapat diamati dari peningkatan GH pada plasma darah keturunan yang dihasilkan. Konsentrasi GH bervariasi pada ternak transgenik meskipun mempunyai struktur gen yang sama, tetapi penyisipan gen pada genom bersifat random. Pada umumnya pada babi dan domba, tidak tumbuh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh satu induk. Beberapa babi menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat, 17% lebih efisien dalam konversi pakan dan hanya mengandung 1/5 lenak karkas (Gambar 1). Reduksi lemak diobservasi dari beberapa bagian jaringan intramuskular dibandingkan dengan saudara satu induk yang bukan transgenik.

(Gambar 2). Ternak transgenik tidak menunjukkan adanya pertumbuhan yang lebih besar dari kontrol tetapi kandungan lemaknya lebih rendah. (Nancarrow et. al 1991) Pada domba transgenik hilangnya lemak tubuh dapat mengakibatkan hiperglisemia dan glkosuria (Rexroad et. al., 1991). Peningkatan GH mengakibatkan sejumlah patologis termasuk degeneratif ginjal. Pada babi peningkatan GH mengakibatkan gastric ulcers dan infertilitas ( Ebert et. al., 1991).




Sumber : Pursel dan rexroad (1993)


Gambar 2. Rataan persentase lemak intramuskular (Nancarrow, 1991)



b. Growth Hormon Releasing Factor (GRF).

Domba dan babi transgenik telah diproduksi dengan menggunakan sekuens promotor MT dan ALB. Hanya 14% domba dan 29% babi yang dapat mengekspresikan gen MT- human growth hormon releasing factor (hGRF) (Pursel et.al. 1990).Konsentrasi GRF pada plasma babi transgenik sekitar 130 - 380 pg/ml (MT-hGRF) dan 400 - 800 pg/ml (ALB-hGRF). Konsentrasi ini lebih tinggi 10 - 500 kali dari temak kontrol seinduk yang bukan transgenic.

Tabel 2. Konsentrasi GRF dan GH pada kontrol dan hGRF pada babi dan domba trangenik

Tabel 2. Konsentrasi GRF dan GH pada kontrol dan hGRF pada babi dan domba trangenik Hormone
Pigs
Sheep
Control
MT-hGRF
ALB-hGRF
Control
MT-hGRF
ALB-GRF

GRF
< 20
130 - 380
400 - 8000
<30
502
264-683
GH
14 ± 5
11 - 16
8 - 11
5
5-43
30-50

Sumber: Pursel dan Rexroad (1993)



c. Insulin like Growth Factor I (IGF I)

Empat babi dan 7 sapi transgenik diproduksi dengan memasukkan gen IGF I (Hill et al.1992), ternyata hanya hanya satu babi yang dapat mengekspresikan peningkatan level IGF I.



d. Stimulation of muscle development

Sutrave et.al., (1990) melaporkan bahwa tikus mampu mengekpresikan gen ayam cSK! yang secara phenotip menunjukkan adanya hipertropi pada otot dan mereduksi lemak tubuh. Gen yang ditransfer kedalam tikus mengandung promotor Mouse Sarcoma Virus (MSV) LTR yang difusikan untuk mengaktifkan cSKI cDNA. Produk dari gen yang ditransfer adalah protein yang mengandung 448 asam amino yang berada dalam inti-inti otot. Gen cSKI telah dicobakan dotransfer pada genome babi (Pursel et. al., 1992). Hasilnya menunjukkan perbedaan phenotip diantara temak yang diuji antara lain hipertropi otot pada pundak dan paha.

Produksi wool juga menjadi prioritas pada domba. Cystein merupakan asm amino yang mempunyai peran panting dalam produksi wool. Namun penambahan Cystein tidak dapat meningkatkan produksi wool karena degradasi rumen. Dilaporkan Damak (1996) domba transgenik mengekspresikan IGF I dapat meningkatkan beral wool. Gen yang ditransfer mengandung promotor keratin tikus yang terikat pada IGF I cDNA. Su et al., (1998)mengemukakan domba transgenik hasil induksi gen cDNA IGF I yang dikendalikan oleh promotor keratin tikus dapat meningkatkan 17% produksi wool dibanding dengan saudara seinduk yang nontransgenik.

Beberapa produk biomedik yang dapat diproduksi dari temak transgenik antara lain:

a. Human alpha 1 anti tripsin (haAT)

Weight et. al., (1991) melaporkan tingginya konsentrasi hαAT pada susu domba transgenik. Konsentrasinya berkisar 1.5 - 37.5 g/l. Domba setelah berproduksi tidak menunjukkan symtomp. Aktivitas dari hαAT yang telah dipurifikasi dari susu domba menghasilkan transgenik sama dengan hαAT pada plasma darah manusia. Bila manusia defisiensi akan hαAT maka akan menderita emphysema. hαAT dapat diekstraksi dari plasma darah manusia, tetapi karena kebutuhan untuk pasien cukup besar (200 g per tahun) menjadi tidak mencukupi dan mahal.



b. Human Lactoferin (hLF)

Krimpenfort et. al. (1991) lelah berhasil memproduksi temak transgenic dengan komposis promotor αSI casein dan sekuens hLF. Meade et al., (1990) mentransfer αSI casein 15 kbp dapat diekspresikan pada jaringan spesifik tikus transgenie. Gen αSI casein dapat juga dideteksi pada jaringan plasenta pada sapi perah dan hanya menghasilkan hlF pada saat laktasi.



c. Human Protein C

Velander eta.al (1992) mengiduksikan cDNA protein C mammae (hPC) kedalam WAP untuk memproduksi babi transgenic. Babi ini menghasilkan susu yang mengandung lebih dari 1 g hPC/liter susu. Aktivitas biologi dari hPC rekombinan ekuivalen dengan protein C dari plasma manusia. Protein C mengandung peran dalam regulasi hemostasis. Bila tubuh defisiensi protein C akan mengalami trombosit (intravaskular blood clots). Protein C berperan dalam mencegah pembekuan darah. Kebutuhan setiap tahun 96 kg dan menjadi proyek di Amerika.






d. Tissue Plasminogen Activator (TPA)

Promotor WAr tikus digunakan untuk mengespresikan beberapa hTPA cDNA pada kambing transgenik. Ebert et al., (1991) mengemukakan bahwa TPA merupakan agen anti pembekuan darah, digunakan untuk pasien yang mengalami serangan jantung. Konsentrasinya sangat rendah dijumpai pada susu dan ekspresi hTPA tidak berpengaruh pada produksi susu dan kesehatan kambing transgenik. Kambing transgenic telah diproduksi dengan promotor 13 casein yang diikutkan dalam WAP dan menghasilkan konsentrasi hTPA yang lebih tinggi. Kambing mengalami agalactic setelah beranak dan ini merupakan hasil ekspresi yang spesifik.



e. Human Haemoglobin

Haemoglobin merupakan protein biomedik yang tidak dapat disintesa oleh kelenjar mammae tetapi dapat diproduksi oleh jaringan lain dari temak transgenic dan berada dalam darah (Swanson et al., 1992 telah memproduksi tiga babi transgenic yang mengandung gen α dan β globin. Hasil menunjukan 15% dari sel darah merah mengandung hHG pada hemoglobin babi. Hemoglobin dapat diekstraksi dari sel-sel darah merah baik dari manusia maupun babi kemudian dipisahkan dengan kromatografi. Hemoglobin murni dapat dimodifikasi secara kimia yaitu dengan cara polimerisasi. Produksi hH dari temak transgenik digunakan ntuk transfusi darah.




BAB IV

KESIMPULAN



Dari uraian bahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pembentukkan ternak transgenik merupakan salah satu cara mutasi gen secara tiba-tiba pada satu generasi dan terkonsentrasi pada gen yang diinginkan.

2. Tujuan pembentukan temak transgenik bisa dikaukan dengan berbagai metode yaitu meningkatkan produktivitas ternak transgenik, meningkatkan resistensi penyakit pada ternak dan yang paling popular adalah sebagai bioreaktor produk-produk biomedis.


 


DAFTAR PUSTAKA




Bremel, RD. 1996. Potential Role of Transgenesis in Dairy Production and Related Areas. Theriogenology., 45 : 51 - 56.

Bonster, RL. , E. P. Sandgren, RD. Palmiter. 1989. No simple solution for making transgenic mice. Cell. 59 : 239 - 241.

Cibelli, J.B.[et.al] 1998. Cloned Calves Product from Nonquisencent Fetal Fibroblast. Science 28. 1256 -1258.

Ebert, K, M. [et.al]. 1991. Transgenic production of a variant of human tissue type plasminogen activator in goat milk. Biol. Technology. 9 : 835.

Eyestone, W.H., 1999. Production and Breeding of Transgenic Cattle Using in Vitro Embryo Production Technology. Theriogenology, 51 : 509 - 517.

Gagne. M.B., F. Pother dan M.A. Sirard. 1991. Effect of microinjection in in vitro matured bovine oocytes on in vitro development of embryos. Biol of reproduction 44 : 76.



Galli.,C D.J. Powel dan RM. Moor. 1991. Stability of DNA injected in oocyte and embryos of domestic animal. Proc. Abstr. 6: 24.

Gordon I. 1994. Laboratory Production of cattle embryos. Cab International Walingford.

Kubisch , H.M., MA Larson, H. Funahashi dan RM. Robert, 1995. Pronuclear Visibility, Development and Transgene Expresion in IVM/IVF Porcine Embryos. Theriogenology. 44 : 391-396.

Meade H., L. Gates, E. Lacy and N. Lonberg. 1990. Bovine αS1 Casein gene sequens direct high level expression of active human urokinase in mouse milk. Bio. Tech. 8 : 443.

Nancarrow, C.D[et.al]1991. Expression and Physiology of performance regulating genes in transgenic sheep. J. Reprod. Fertil. 43 : 277.

Potrykus, I. 1996. Gene transfer to plants: Assesment and Prepectives. Physiol. Plant. 79: 125-134.



Pursel, V.G. dan Rexroad, C.E, 1993. Status of recearch with transgenik farm animal. J. Anim. Sei. 71 : 10 -19.





Schnieke A.E., A.J. Kind, W.A. Ritchi, 1997. Human Factor Transgenic Sheep Produced by Tranfer of Nuclei from Tranfected Fetal Fibroblast. Anim. Sci. 278 : 2130 - 2132.

Sreenan J.M., dan Mc Evoy T.G., 1989 Methodology of gen tmasfer and farm animal and fish Theriogenology. 41 : 7.

Su. N.Y.[et.al] 1998. Wool production in transgenic sheep: Result from first generation adult and second generation lamb. Anim. Biotech. 9 :135-147.

Sutrave, P.A., M. Kelly dan S.H. Hughes 1990. SKI can cause selective growth of sceletal muscle in transgenic mice. Gans and Development ,4: 1462.



Velander, W[et.al]1992. High level expression in the milk of transgenic swine using the cDNA encoding human protein C. Proc. 89 : 2003.

hubungan antara genetika molekular dan reproduksi ternak


Hubungan antara genetika molekular dan Reproduksi Ternak



Sama halnya dengan tugas sebelumnya mengenai hubungan nya Pemulian Ternak dan Reproduksi Ternak. Maka terlebih dahulu yang harus deketahui apa pengertian dari Genetika Molekuler itu sendiri.

Genetika molekular merupakan cabang genetika yang mengkaji bahan genetik dan ekspresi genetik di tingkat subselular (di dalam sel). Subjek kajiannya mencakup struktur, fungsi, dan dinamika dari bahan-bahan genetika serta hasil ekspresinya.

Seringkali genetika molekular disamakan dengan biologi molekular. Hal ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan, karena biologi molekular lahir dari kajian genetika dan keduanya memakai teknik-teknik analisis yang sama. Sampai sekarang pun genetika molekular masih merupakan kajian biologi molekular yang terpenting.

Namun sekarang dapat dilihat bahwa biologi molekular telah merambah bidang biologi lain, khususnya fisiologi dan ekologi, dalam arti teknik-teknik biologi molekular dipakai untuk menjelaskan gejala-gejala fisiologi dan ekologi.

Genetika molekular berkembang pada tahun 1930-an ketika teknik kristalografi sinar-X dikembangkan untuk mendeskripsi biomolekul. Namun umumnya orang menyebut kelahiran ilmu ini sejak publikasi model struktur DNA oleh James D. Watson dan Francis Crick (1953) di majalah Nature, berdasarkan foto-foto difraksi sinar-X dari kristal DNA yang dibuat Rosalind Franklin.

Cabang-cabang dan keterkaitan dengan ilmu lain Karena perkembangannya yang pesat dan subjek kajiannya yang "berat" untuk diamati, sejak tahun 1990-an orang memilah-milah genetika molekular berdasarkan subjek kajiannya (sering disebut sebagai omics science karena semuanya berakhiran demikian dalam bahasa Inggris):

·  Genomika




Genetika molekular menggunakan teknik-teknik analisis dengan ukuran volume bahan yang sangat kecil dan banyak sehingga memerlukan bantuan mesin automatik untuk mengerjakannya. Dari sisi ini, genetika molekular mendorong berkembangnya robotika. Volume data yang sangat besar juga mendorong berkembangnya bioinformatika, ilmu yang mempelajari penerapan analisis data molekular dan pengolahannya dengan bantuan komputer.

Reproduksi Ternak ialah Proses terbentuknya individu baru baik secara kawin ataupun  tidak kawin. Sedangkan Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan tertentu.

Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi. Beberapa diantaranya telah dipakai di Indonesia namun sebagian besar masih merupakan teknologi yang langka yang umumnya dikarenakan biaya perlakuannya dan peralatannya sangat mahal. 

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, jamur, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.

Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.

Genetika molekular berhubungan erat dengan reproduksi ternak yaitu genetika molecular sangat membutuhkan reproduksi ternak karena genetika molecular menentukan pengembangan dari bibit baru ternak yang akan diproduksi melalui reproduksi ternak itu sendiri.



Text Box: Tugas I1
Mata Kuliah : Reproduksi dan Pemulian Ternak
Nama  : Pebma Riska
Nim  : P2E117010